Anak Muda dan “Political Engagement” dalam Survei

Menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 pada 14 Februari mendatang, akhir 2023 mulai dibanjiri banyak hasil survei terkait siapa yang akan terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024 – 2029.

Menurut sebuah berita infografik pada 12 Desember 2023 disebutkan bahwa pada akhir tahun terdapat hasil survei yang dilakukan tujuh lembaga konsultan politik dan media. Mereka adalah Indikator Politik Indonesia, IPSOS Public Affairs, Patradata, LSI Denny JA, Poltracking, Populi Center, dan Litbang Kompas. Riset yang dilakukan ketujuh lembaga survei ini rata-rata digelar pada periode akhir November hingga awal Desember 2023.

Menariknya, ketujuh riset yang dilakukan oleh tujuh lembaga tersebut memiliki nama Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dengan elektabilitas tertinggi yang sama, yakni pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran. Padahal, masing-masing lembaga survei tersebut berbeda pendapat untuk elektabilitas Capres dan Cawapres tertinggi nomor urut 1 (pasangan Anies-Muhaimin) dan nomor urut tiga (pasangan Ganjar-Mahfud

Dalam surveinya, hanya empat lembaga yang tidak hanya menghitung perolehan suara ketiga capres dan cawapres. Lembaga IPSOS Public Affairs memasukkan jumlah responden yang menjawab ‘tidak tahu’. Sedangkan Patradata, Populi Center, dan Litbang Kompas memasukkan jumlah suara ‘belum menentukan pilihan’. Dan, hasil survei lembaga Populi Center, terdapat peroleh suara responden untuk ‘menolak menjawab’.

Setelah itu, muncullah hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), dengan survei yang diadakan medio Oktober hingga Desember 2023. Meski dirilis belakangan, hasilnya ternyata sama: elektabilitas tertinggi diraih Prabowo-Gibran, disusul Ganjar-Mahfud kemudian Anies-Muhaimin (Databoks, 2023).

Yang terbaru dan hasilnya cukup berbeda adalah hasil survei lembaga Roy Morgan, yang menjelaskan bahwa tingkat elektabilitas calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengungguli capres nomor urut 1 Anies Baswedan dan nomor urut 2 Prabowo Subianto. Lembaga survei yang bermarkas di Melbourne, Australia itu menyatakan elektabilitas Ganjar menyentuh 38 persen. Survei dilakukan sepanjang Juli hingga September 2023. Angka itu mengalami kenaikan 10 persen sejak kuartal Maret 2023.

Membuat Bingung

Aneka hasil survei tadi tentu saja membuat bingung khalayak, terutama pemilih pemula. Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Nasional untuk Pemilu 2024 sebesar 204.807.222 jiwa. Dari jumlah itu, 52 persen di antaranya merupakan pemilih muda, di mana sebagian besar dalam rentang usia 17 hingga 30 tahun (Tempo, 2023). Para pemilih muda ini termasuk dalam kelompok Generasi Z (kelahiran 1997 – 2010) dan Generasi Y atau Generasi Millenial (kelahiran 1981 – 1996).

Dalam hasil survei dari tujuh lembaga di atas, ternyata beberapa lembaga survei telah membagi elektabilitas berdasarkan kategori usia pemilihnya. Dalam survei versi lembaga Poltracking, generasi di bawah usia 22 tahun ternyata lebih banyak memilih pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Berikutnya, pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD ternyata lebih banyak dipilih pemilih berusia di atas 71 tahun. Sedangkan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dipilih terbanyak oleh kalangan millennial matang di usia 31 – 40 tahun.

Pada survei versi LSI, diketahui pemilih pasangan Prabowo-Gibran mayoritas berasal dari generasi usia kurang dari 21 tahun. Sedangkan pemilih pasangan Ganjar-Mahfud paling banyak berasal dari pemilih usia 55 tahun ke atas. Untuk pasangan Anies-Muhaimain, paling banyak dipilih oleh kalangan usia 41 – 55 tahun.

Sedangkan hasil survei dari Indikator menyebut, pasangan capres-cawapres nomor urut 2 (Prabowo-Gibran) ternyata disukai oleh pemilih kalangan Gen Z (kurang dari 26 tahun) dan Gen Y alias Milenial (27 – 42 tahun). Hampir sama, pasangan calon nomor urut 1 (Anies-Muhaimin) juga banyak disukai oleh kalangan Generasi Z dan Milenial, meski jumlahnya masih di bawah elektabilitas pasangan nomor urut 2. Untuk pasangan calon nomor urut 3 (Ganjar-Mahfud), lebih banyak disukai pemilih dari kalangan Boomers (lebih dari 59 tahun).

Bukti Pendidikan Politik

Apa yang bisa disimpulkan dari hasil survei di atas, yang berhubungan dengan kehadiran Gen Z atau Gen Y? ini bukti bahwa pendidikan politik yang diterima kalangan Gen Z dan Milenial efektif dan tepat sasaran. Tulisan ini tidak memikirkan siapa yang dipilih oleh kalangan anak muda ini, namun yang dilihat adalah bagaimana pendidikan politik dapat diterima oleh anak-anak muda yang dianggap apatis dan skeptis terhadap dunia politik.

Kadir (2022) dalam tulisan ilmiahnya berjudul Media Sosial dan Politik Partisipatif: Suatu Kajian Ruang Publik, Demokrasi Bagi Kamu Millenial dan Gen Z menjelaskan bahwa semangat demokrasi telah melebar dari ranah ruang publik ke ranah ruang virtual.

Terminologi ruang publik mengalami transformasi yang tidak lagi dikonsepsikan hanya sebagai ruang di mana warga bertemu secara fisik dan berinteraksi, namun sudah beralih ke ruang virtual dalam bentuk ekspresi pesan kepada netizen. Kemunculan ruang publik virtual cukup mengintensifkan proses demokratisasi yang melahirkan revolusi politik dan tidak sedikit mengubah tatanan demokrasi.

Media sosial mampu membuka ruang komunikasi secara luas dan menjadi media interaksi yang mampu mendorong kebebasan individu dalam menyampaikan ide, gagasan, dan ekspresinya di ruang publik virtual. Kalangan Gen Z dan Milenial memiliki nilai plus karena mereka memiliki kemampuan dalam mengakses informasi. Mereka juga cukup andal dalam memainkan, menangkan, dan mentransmisi opini di media sosial, mampu mempopulerkan tren gaya hidup dan memasifkan budaya pop di media sosial.

Salah satu strategi yang digunakan dalam dunia politik adalah dengan penggunaan influencer atau pemberi pengaruh. Hubungan influencer dengan pengikutnya ini menjadi akses masuk ke dunia politik di media sosial. Partai politik pun berlomba menghadirkan sosok yang mampu memberikan pengaruh di media sosial dan bisa dimanfaatkan untuk menjalankan agenda politiknya. Partai politik pun meng-endorse seorang influencer untuk merangkul suara kaum Milenial dan Gen Z serta berperan aktif dalam dunia digital dengan mengusung jargon politik yang kekinian sehingga akrab dengan Kaum Milenial dan Gen Z.

Karena itulah, menarik mengamati bahwa kelompok anak muda yang lahir pada era ketika lompatan teknologi berjalan sedemikian pesat ini, ternyata kini tidak apatis dan skeptis lagi. Berkat penguasaan serta kecakapan terhadap teknologi, Gen Z dan Milenial kini memiliki modal budaya dan keterampilan yang mumpuni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *