Memulai kampanye, pasangan calon presiden dan wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud Md telah mengunjungi dua wilayah di ujung Indonesia. Ganjar ke Merauke, sementara Mahfud ke Sabang. Keduanya serentak menyampaikan program-program yang diusung.
Adapun di Balai Kampung Waninggap Nango, Merauke, Papua Selatan, Ganjar menyampaikan pentingnya fasilitas kesehatan yang belum merata, terutama di wilayah tertinggal, terpencil dan terdepan (3T). Dia pun menyampaikan salah satu program kerjanya, yakni Satu Desa Satu Puskesmas.
“Fasilitas kesehatan menjadi begitu penting, satu desa setidaknya ada satu puskesmas pembantu. Fasilitas kesehatan dengan satu paket, syukur-syukur satu dokter, maka itu akan mampu menyelesaikan persoalan transportasi dan konektivitas yang bisa membikin kemudahan bagi warga berobat,” kata Ganjar Selasa (28/11/2023).
Sebelumnya, Ganjar juga menyoroti kurangnya ketersediaan dokter di Indonesia disebabkan berbagai kendala. Seperti sulitnya pendirian program studi kedokteran, serta biaya yang mahal bagi masyarakat untuk menempuh pendidikan tersebut.
Maka dari itu, dia ingin membenahi sekolah kedokteran agar dapat terjangkau oleh masyarakat, sehingga pemerataan fasilitas kesehatan pun dapat diwujudkan. Dia juga menyebut pihaknya akan mendorong hadirnya fasilitas kesehatan yang memadai di setiap desa.
“Yang dibutuhkan adalah rumah kesehatan. Kami tidak akan berjanji dan tidak akan menjanjikan, tapi percayalah kami akan mengkomunikasikan agar nantinya ada tangan-tangan baik dengan nilai gotong royong yang mudah-mudahan bisa membantu membukakan puskesmas pembantu di Dusun Korkari,” sebut Ganjar.
Sementara itu, Mahfud yang mengunjungi Kota Sabang, Aceh menyampaikan mengenai pemerataan kualitas pendidikan nasional. Dia pun menyoroti kesejahteraan guru ngaji yang dinilainya belum mendapatkan perhatian serta pendapatan yang layak.
“Untuk Aceh ini kami ada program Guru Ngaji, karena kami tahu di Aceh ini ada puluhan bahkan ratusan ribu guru-guru ngaji yang mengabdi kepada bangsa dan negara, kepada rakyat untuk mendidik masyarakat,” ujarnya.
Sebagai informasi, dalam sebuah survei Kementerian Agama, sekitar 65 persen guru ngaji di Indonesia memiliki pendapatan jauh di bawah upah minimum regional (UMR). Hal ini dinilainya tidak sepadan mengingat besarnya peran guru ngaji dalam pendidikan keagamaan.
“Nanti guru-guru ngaji ini akan kami beri perhatian khusus seperti halnya di daerah-daerah lain ada yang lebih butuh soal kesehatan, lebih butuh alat pertanian, di sini juga tentu sama, tetapi program unggulannya di sini adalah untuk para ustadz dan guru ngaji dan mungkin bisa dikembangkan ke marbot-marbot masjid yang sekarang ini memang perlu perhatian,” ujarnya.
Dengan meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik keagamaan termasuk guru ngaji, Mahfud berharap program ini dapat membangun moral dan karakter anak-anak bangsa, yang memiliki peran penting untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.