Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menjelaskan terkait surat edaran yang dikeluarkan pihaknya kepada partai politik. Hasyim mengatakan surat itu dikirim untuk menyampaikan kepada parpol terkait adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat capres-cawapres.
“Pada tanggal 17 Oktober melalui surat Nomor 1145/PL.01.4-SD/05/2023, KPU berkirim surat kepada parpol untuk menyampaikan informasi tentang adanya putusan MK tersebut, yang di dalamnya jug kami kutip amar putusan yang MK merumuskan norma sendiri yang diubah atau dibatalkan tersebut,” kata dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR bersama KPU, Bawaslu, DKPP dan Kemendagri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Hasyim menilai KPU perlu menyampaikan adanya putusan MK itu kepada parpol yang akan mengusung capres-cawapres. Sebab, kata dia, putusan itu bersifat mengikat dan berlaku untuk semua pihak.
“Dengan demikian kami menginformasikan bahwa sehubungan dengan adanya putusan tersebut, maka kita semua wajib memedomani putusan tersebut,” ungkapnya.
“Kenapa pada pimpinan parpol? Karena menurut konstitusi satu-satunya pihak yang diberikan kewenangan untuk mendaftarkan pasangan capres cawapres adalah hanya parpol, tidak ada pihak lain,” lanjut Hasyim.
Lebih lanjut, Hasyim mengatakan jika KPU juga telah bersurat kepada DPR untuk konsultasi dan kepada MK untuk beraudiensi. Dia menyebut surat itu dikirim pada 23 Oktober saat masih dalam masa reses.
“Kami memandang perlu melakukan konsultasi karena secara prosedural proses pembentukan maupun perubahan PKPU itu menurut UU Pemilu wajib berkonsultasi kepada DPR dan pemerintah, sehingga kami konsultasikan situasi ini,” paparnya.
Hasyim juga mengatakan KPU akan melakukan perubahan kembali, jika putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dapat membatalkan putusan MK. Hasyim menyebut pihaknya tentu akan melakukan penyesuaian itu.
“Kalau misalkan ada putusan lagi dari MKMK apakah KPU akan melakukan perubahan lagi? Ya tentu saja sebagai konsekuensi kami akan lakukan perubahan,” jelasnya.
Namun, kata Hasyim, dalam melakukan perubahan itu, KPU juga mempertimbangkan batas waktu. Dia mengatakan KPU hanya memiliki batas waktu tiga hari usai adanya keputusan MK, sehingga KPU pun harus menggunakan keputusan inkrah sebagai landasan hukum.
“Namun demikian, yang perlu kita ingat adalah batas waktu. Masksud saya begini, sebagaimana dalam UU Pemilu dan UU Pilkada, ketentuan misalkan dalam hal partai politik terjadi persengketaan internal sementara batas waktu pendaftaran kepala daerah itu 3 hari, maka pihak mana yang diterima oleh KPU?” ungkapnya.
“Tentu pihak yang masih sah, misalkan keabsahan itu bentuknya SK Kemenkuhman. Kalau pihak yang bersengketa itu menggugat SK Kemenkumhan digugat di PTUN, kalau sampai batas waktu pendaftaran kepala daerah masih berporese berarti kan belum inkrah, maka pengurus berdasarkan SK Kemenkumham itu yang kami pegangi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mempertanyakan dasar KPU mengirim surat ke partai politik untuk mengikuti putusan MK terkait syarat capres-cawapres. Junimart mengatakan KPU kebablasan melebihi kewenangan.
“Apa dasarnya KPU membuat surat edaran kepada para ketum parpol? Di mana diaturnya? Karena yang kita pahami, bahwa dalam UU Nomor 7 itu pasal 75 ayat 4 disebutkan setiap pembuatan PKPU, revisi dan sejenisnya itu harus dan wajib berkonsultasi dengan DPR. Tolong dijawab ini,” kata Junimart.
“Kekuatan surat edaran itu apa? Semenjak apa KPU mengeluarkan surat edaran keluar-keluar dari KPU. Setahu saya SE itu berlaku di internal. supaya masyarakat yang peduli terhadap pemilu tidak bingung,” imbuhnya.