Letkol Penerbang Bambang ‘Bramble’ Apriyanto diusulkan untuk Soedirman Awards 2023 karena keberhasilannya mengusir pesawat mata-mata asing dari langit Natuna, Kepulauan Riau. Lektol Bambang melakukan aksinya pada tahun 2018 lalu.
Saat ini Letkol Bambang menjabat sebagai Kepala Dinas Operasi Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. Dia mengisahkan bahwa pengusiran pesawat mata-mata asing itu terjadi 5 tahun yang lalu saat masih menjabat sebagai Komandan Skadron Udara 16.
Pagi hari itu di tahun 2018, Bambang baru saja mengikuti latihan dan mendaratkan pesawatnya sekitar pukul 10.00 WIB. Bambang kemudian melakukan istirahat untuk penerbangan periode berikutnya. Tiba-tiba, Bambang mendapatkan perintah operasi karena ada pesawat asing yang masuk wilayah Indonesia di Natuna.
“Saat itu kami mendapatkan informasi dari Asisten Operasi Komando Sektor Pertahanan Udara 1, yang sekarang berubah menjadi Kosek IKN, yang bermarkas di Jakarta. Bahwa ada kemungkinan pesawat asing yang masuk ke wilayah udara NKRI melalui Laut Natuna Utara,” kata Letkol Bambang.
Bambang menyebut pesawat asing itu terbang dari utara masuk ke wilayah perairan Natuna. Pesawat itu diduga terbang ke arah selatan memasuki wilayah udara kedaulatan NKRI dan menuju ke suatu tempat yang belum diketahui.
Setelah mendapatkan perintah itu, Bambang kemudian melakukan persiapan. Pesawat dengan konfigurasi tempur disiapkan dengan segera.
“Saya kontak Kepala Seksi Pemeliharaan untuk menyiapkan pesawat dengan konfigurasi tempur. Saya minta setiap pesawat dilengkapi dengan 3 external tank, kemudian 2 rudal AIM-9P, dan 500 butir peluru 20 mm. Tanpa menunggu lama, karena mereka sudah sangat terlatih, kru-kru saya segera menyiapkan pesawat tersebut dengan cekatan. Mereka sudah tahu tugasnya masing-masing,” jelasnya.
Setelah beberapa saat, Asisten Operasi Kosek 1 memerintahkan Bambang untuk scramble dan melaksanakan intersepsi. Bambang bergegas menuju pesawat tempur F-16 Fighting Falcon yang sebelumnya sudah disiapkan. Bambang dan satu pesawat tempur F-16 Fighting Falcon yang dioperasikan oleh rekannya siap untuk menjalankan misi.
“Sirine tanda scramble dinyalakan. Kami segera berlari secepat-cepatnya menuju ke kokpit, memakai sabuk pengaman, kemudian memakai helmet, menyalakan mesin pesawat sambil calling ke air traffic controller (ATC). ‘Syarif Tower, Lembing Flight, two F-16 for military operations, request scramble start’,” jelasnya.
Pada saat itu, ATC agak kaget dan terdiam selama 2-3 detik. Sebab, kata Bambang, pihak ATC mengetahui bahwa tidak ada latihan scramble pada hari itu.
“Dan mereka akhirnya menyadari bahwa ini adalah operasi yang sebenarnya. Kemudian dengan lugas dia menjawab, ‘Lembing Flight, clear for scramble start, call when ready for scramble taxi’,” tutur dia.
Selanjutnya, Bambang menyalakan pesawat hingga mengecek semua sistem flight control, sistem persenjataan hingga sistem navigasi. Bambang pun siap untuk terbang.
“Setelah kurang lebih 1,5 menit, kami segera taxi untuk persiapan take off. Tidak lupa kami contact kepada ATC ‘Lembing flight, complete start request scramble taxi and take off’. Dengan lugas mereka menjawab, karena memang mereka sudah sering berlatih dengan kita,” jelasnya.
Bambang mengatakan pada saat itu ATC sempat me-holding satu pesawat yang akan landing. Sebab saat itu adalah prioritas take off untuk pesawat militer yang sedang melaksanakan misi operasi.
“Pada saat kami diperintahkan, kami belum tahu apa yang akan kami hadapi. Karena itu kami sudah menyiapkan untuk siap tempur, di mana kami tadi sudah mengisi bahan bakar penuh untuk durasi sekitar tiga jam. Kami sudah membawa rudal dan membawa persenjataan lainnya. Sehingga apapun yang kami hadapi, kami akan siap untuk menetralisasi ancaman tersebut,” kata dia.
Setelah take off, Bambang kemudian menerbangkan pesawatnya ke timur Pekanbaru. Dia segera menuju sasaran target yang dilaporkan di Wilayah Natuna.
“Pada saat sudah diberikan kesempatan take off oleh menara pengawas, saya segera secepat-cepatnya menuju ke ketinggian 25.000 kaki, ke arah 80 derajat, atau ke arah timur dari Pekanbaru untuk mencegat sasaran yang dilaporkan saat itu, sudah masuk ke wilayah NKRI, sudah sekitar 20 mile di selatan Pulau Natuna. Artinya dia terus masuk ke dalam wilayah udara kedaulatan NKRI,” kata dia.
Bambang mengatakan pesawat asing yang dilaporkan masuk wilayah udara RI itu awalnya merupakan kategori Lasa-X atau laporan sasaran yang tidak diketahui identitasnya. Pesawat itu, kata dia, tidak memiliki flight clearance untuk masuk ke ruang udara Indonesia.
“Kita tidak tahu call sign-nya, tipe pesawat dan tujuan penerbangannya. Kita hanya tahu bahwa ada wahana udara yang terbang di situ, di ketinggian tertentu dan kecepatan tertentu sesuai laporan dari personel Ground Control Interceptor (GCI). Update posisi dari Lasa-X tersebut kami dapatkan dari GCI di Satuan Radar 213 Tanjung Pinang, di mana pada awalnya Lasa-X tersebut tertangkap oleh Satrad 212 Ranai, Natuna,” jelasnya.
“Jadi ceritanya adalah pesawat tersebut tertangkap oleh Satrad Ranai, kemudian pada saat terus menuju ke selatan, di-handover untuk selanjutnya di-takeover oleh Satrad Tanjung Pinang. Di situlah kami mendapatkan data info terakhir bahwa target sudah di selatan Natuna, tepatnya di sekitar kepulauan Anambas pada ketinggian 18 ribu kaki. Kami segera menuju ke arah dan ketinggian yang disampaikan dari Tanjung Pinang, dari GCI,” sebutnya.
Kira-kira 15-20 menit usai take off, pesawat tempur yang dioperasikan Letkol Bambang semakin dekat dengan objek. Dia kemudian mencari di layar radar terkait keberadaan pesawat asing itu.
“Tertangkap di layar radar pesawat Fighting Falcon ada objek di ketinggian 18 ribu terbang dengan kecepatan sekitar 250-300 knot variable. Dan dia mengarah ke barat daya, berada di dalam kedulatan NKRI. Jadi dia terbang tidak melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI),” sebut dia.
Bambang kemudian melakukan prosedur intersepsi. Dia membawa pesawat tempurnya mendekat ke sebelah kiri pesawat asing itu untuk melakukan identifikasi.
“Kami dapat mengidentifikasi pesawat tersebut yaitu pesawat mata-mata, jenis P-3C Orion. Kami melihat itu adalah pesawat jenis patrol maritim atau mata-mata berbendera Asing. Kami coba buka komunikasi di guard frekuensi, baik di frekuensi UHF maupun VHF. Kami sampaikan kepada mereka, ‘intercepted aircraft, this is Lembing flight from Indonesian Air Force. You are entering Indonesian territory, please identify your intention and your flight’,” jelasnya.
Namun pesawat mata-mata asing itu tidak memberikan jawaban. Pesawat itu terus terbang ke selatan.
“Kami coba menarik perhatian, rocking the wing, menunjukkan bahwa kita adalah pesawat TNI Angkatan Udara yang sedang meng-intercept dia karena dia telah melanggar kedaulatan ruang udara Indonesia,” katanya.
Beberapa saat kemudian, pilot pesawat itu melihat pesawat tempur yang diterbangkan oleh Bambang dan menyadari bahwa sudah di-intercept oleh 2 pesawat F-16 TNI AU. Pesawat itu kemudian mengikuti instruksi yang diberikan Bambang untuk selanjutnya, pesawat itu diarahkan untuk masuk ke ALKI.
“Sesuai perintah Saya mengarahkan pesawat tersebut untuk masuk ke dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia atau ALKI. Di mana ALKI itu memang disiapkan untuk lintas damai baik kapal maupun pesawat negara yang terbang pada ruang udara di atas ALKI,” sebut Letkol Bambang.
Bambang menyebutkan bahwa pesawat itu ternyata hendak menuju ke Singapura. Dia terus membayangi pesawat mata-mata itu hingga mendarat di Singapura.
“Kami membawa ke ALKI dan dia terus melanjutkan penerbangannya, ternyata dia hendak menuju ke Singapura. Sehingga perintah dari atasan waktu itu, dari Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara 1 agar terus membayangi dan meyakinkan bahwa (pesawat) tersebut menuju ke Singapura melalui ALKI dan mendarat,” ucap dia.
Usai pesawat asing itu mendarat di Singapura, Bambang kembali melanjutkan misi Combat Air Patrol. Dia ingin memastikan bahwa pesawat yang telah di-intercept itu benar-benar landing dan tidak menimbulkan ancaman terhadap kedaulatan NKRI.
“Itulah yang kita laksanakan. Setelah dirasa cukup, kemudian kami request untuk return to base ke Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, itu makan waktu sekitar 2 jam, dari mulai proses kita airborne, kemudian intersepsi, membayang-bayangi, kemudian kita melaksanakan patroli dan kembali lagi ke Pekanbaru,” tuturnya.
Letkol Bambang menekankan bahwa dirinya akan tetap menjaga wilayah udara NKRI. Dia mengingat betul pesan Panglima TNI agar setiap prajurit harus bermanfaat bagi masyarakat.
“Saya akan terus menjaga wilayah udara NKRI selagi saya menjadi seorang insan Angkatan Udara. Seperti yang disampaikan oleh Panglima TNI kita, Bapak Laksamana TNI Yudo Margono, bahwa seluruh insan TNI harus bermanfaat kepada masyarakat sekitarnya,” pungkasnya.