Festival LIKE yang diselenggarakan oleh KLHK tidak hanya menghadirkan edukasi kesadaran terhadap lingkungan saja. Namun turut menghadirkan sejumlah hal unik, salah satunya kehadiran tanaman bambu jenis baru yang bernama ‘Jokowii’.
Seorang ahli bambu asal Indonesia Prof Elizabeth A Widjaja mengatakan penemuan jenis tanaman baru tersebut tidak terlepas dari perjalanan dirinya dalam melakukan riset terkait dunia bambu selama 40 tahun. Adapun bambu jenis baru tersebut memiliki nama asli Fimbribambusa Jokowii Widjaja.
“Bambu Jokowii, tahun lalu kita mengadakan training penanaman bambu kemudian setelah selesai training, saya diminta izin ke daerah Sikka, Maumere,” kata Elizabeth di acara Festival LIKE, Minggu (16/9/2023).
Dia mengatakan dari situ, dirinya mendapatkan laporan dari masyarakat bahwa ada sejumlah bambu yang berada di daerah tersebut. Setelah diteliti, dia meyakini bahwa bambu tersebut merupakan jenis baru.
“Menurut masyarakat, ada bambu di desa kringa terus saya pergi ke Maumere dan liat bambu itu. Ternyata bambunya belum pernah di publish,” tuturnya.
Menurutnya, penamaan bambu tersebut tidak terlepas dari peran Presiden Joko Widodo yang turut memberikan perhatian kepada tanaman bambu.
“Namanya Jokowii, waktu itu tanggal 30 Mei saya ke situ. Ternyata 30 malam saya disuruh balik lagi karena Jokowii mau datang. Mumpung begitu saya namanakan Jokowii. Karena Jokowi ke bambu inikan menyetujui,” jelasnya.
Elizabeth menambahkan penambahan nama ‘Widjaja’ pada jenis bambu juga merupakan sebagai bukti bahwa tanaman tersebut ditemukan oleh dirinya.
“Nama belakang (bambu jenis baru) ‘Widjaja’ sebagai orang yang menemukan bambu ini,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) Monica Tanuhandaru dalam kesempatan yang sama turut menceritakan segudang manfaat dari tanaman bambu. Menurutnya, bambu merupakan tanaman yang begitu erat dalam kehidupan masyarakat dari zaman dahulu.
Sebab bambu banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pembuatan rumah, jembatan, alat masak, alat makan, dan lain sebagainya.
“Dari sisi budaya, bambu menjadi bagian kehidupan masyarakat jauh sebelum plastik dan besi dimanfaatkan,” kata Monica.
Dari segi lingkungan, Monica menjelaskan 1 rumpun bambu mampu menyimpan 3.000 sampai 5.000 air yang berada di akar atau badan bambu. Oleh karena itu, dia membenarkan istilah ‘menanam bambu menanam air’ merupakan hal yang tepat.
“1 rumpun pada penelitian kita bisa menyimpan 3.000-5.000 liter air baik di akar atau badan bambu. Bambu menyimpan air di musim penghujan. ‘Menanam bambu, menanam air’ itu betul. Di mana bambu tumbuh di situ keluar mata air,” jelasnya.
Menurutnya, manfaat lain yang dihadirkan oleh bambu tidak hanya sebatas itu. Bahkan bambu dinilai bisa memberikan manfaat yang cukup besar dalam era perubahan iklim seperti saat ini.
“Bambu juga menyimpan karbon untuk mitigasi perubahan iklim sangat baik,” ungkapnya.
Bambu juga dinilai bermanfaat untuk merestorasi lahan kritis karena sifatnya mampu menyimpan air.
“Bambu juga bisa merestorasi lahan kritis karena dia menyimpan air maka bisa menghidupkan dan mengembalikan kesuburan tanah,” tuturnya.
Selain itu, pihaknya pun turut bekerja saja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan restorasi lahan kritis di sejumlah daerah.
“Kerja sama dengan KLHK tahun ini mulai bekerja sama merestorasi lahan kritis di NTT di 10 kabupaten,” tutupnya.