Pengadilan Tenaga Kerja Jerman menolak gugatan bekas pegawai maskapai TUIfly yang dipecat karena membagikan konten tersebut dengan teman dan dua saudara kandung yang juga bekerja untuk perusahaan yang sama.
Pada Jumat (25/8) pengadilan mencatat, bagaimana para penghuni grup saling melontarkan “hinaan kasar” terhadap satu sama lain, termasuk terhadap orang lain.
Majelis hakim menilai, hak atas kerahasiaan pribadi hanya berlaku untuk kasus istimewa, bukan untuk melindungi hinaan atau ujaran rasis. Jika konten tersebut bocor ke publik, perusahaan berhak memecat pegawai yang bersangkutan.
“Apakah grup chat adalah sebuah benteng, di mana semuanya legal dan tidak punya konsekuensi hukum?,” tanya Ketua Majelis Hakim, Ulrich Koch, selama persidangan. “Internet bukan wilayah tak berhukum,” kata kuasa hukum TUIfly.
Kasus ini menandakan putusan pertama Pengadilan Tenaga Kerja tentang apakah percakapan di dalam grup WhatsApp atau aplikasi sejenis dilindungi kerahasiaan pribadi.
Celaan tidak manusiawi dan pemecatan
Grup WhatsApp, yang diperkarakan oleh TUIfly, diklaim sudah aktif sejak beberapa tahun. Konten yang disebar kebanyakan bersifat menghina, rasis, tidak manusiawi, seksis dan bahkan ajakan untuk melakukan tindak kekerasan, seperti “memukul orang di bagian wajah.”
Sejumlah konten lain menyebut betapa “para Covidiot” sudah selayaknya “dimasukkan ke kamar gas.”
Ketika penggalan percakapan tersebut terunggah di media sosial, manajemen perusahaan buru-buru memberhentikan pegawai yang bersangkutan.
Ketika gugatan dilayangkan, pengadilan di tingkat pertama membenarkan bahwa percakapan di dalam grup pribadi dilindungi hak atas kerahasiaan pribadi.
Namun putusan itu dibatalkan pengadilan federal, karena menilai jumlah anggota grup dan jenis konten yang disebar sudah tidak lagi bisa dikategorikan sebagai ranah pribadi.