“Begini, kalau sudah memenuhi syarat masuk menjadi Panglima TNI, (matra) Darat, Laut, Udara itu ya bisa saja semuanya. Tetapi mungkin untuk operasi pengamanan (saat pemilu), perwira Darat mungkin bisa lebih feasible. (Soal) pengamanan lebih memahami,” ujar anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut.
Begini, kalau sudah memenuhi syarat masuk menjadi Panglima TNI, (matra) Darat, Laut, Udara itu ya bisa saja semuanya. Tetapi mungkin untuk operasi pengamanan (saat pemilu), perwira Darat mungkin bisa lebih feasible. (Soal) pengamanan lebih memahami.”
Menurutnya, melihat realitas di lapangan kala pemilu, perbantuan TNI, terutama dari Angkatan Darat, sangat dibutuhkan untuk memperkuat pengamanan yang dilakukan Polri. “Ambil contoh saja bagaimana bisa dilakukan pemilu atau pilpres di Papua kalau tanpa (bantuan) TNI,” imbuhnya.
“Jadi artinya gini, Panglima itu, siapa yang berpotensi jadi Panglima, ya pasti satu di antara tiga kepala staf. Cuma rasanya, kalau habis dari Pak Yudo (Angkatan) Laut, terus (Angkatan) Laut lagi, rasanya nggak. (Sewaktu Angkatan) Darat, (lalu Angkatan) Darat lagi, pernah, (yaitu) waktu Pak Moeldoko ke Pak Gatot. Itu kan (Angkatan) Darat ke (Angkatan) Darat. Tapi, kalau dari (Angkatan) Laut ke (Angkatan) Laut, itu belum pernah,” ujar Abdul Kharis.
Meski begitu, Abdul Kharis beranggapan bukan hanya matra Angkatan Darat yang bisa menyukseskan pemilu. Pada era Marsekal TNI Hadi Tjahjanto pada Pemilu 2019, terbukti sukses di bawah bantuan pengamanan Angkatan Udara.
Berdasarkan Rapat Koordinasi Kepegawaian Nasional (Rakornas) Kewaspadaan Nasional 2019, ada sejumlah tugas yang diemban oleh TNI selama pemilihan umum serentak. Tugas tersebut di antaranya melaksanakan pemetaan daerah rawan konflik, memaksimalkan perbantuan kepada Polri, mengoptimalkan peran Forkopimda, dan melaksanakan pembinaan teritorial.
Tantangan yang mesti dihadapi TNI bukan hanya faktor eksternal, seperti harus menghadapi teror di daerah rawan konflik ataupun intimidasi organisasi kemasyarakatan tertentu kala pemilu, tapi juga bisa berasal dari tubuh TNI itu sendiri.
“Bisa saja, kalau ada istrinya (TNI) jadi anggota kampanye DPR, bisa saja, namanya manusia kan, suaminya ikut mendukung. Atau tanpa diketahui pinjam mobil (dinas TNI), di tengah jalan kausnya diganti kaus salah satu partai. Padahal kan tidak boleh menggunakan sarana militer,” ujar mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Namun, sejauh pengalaman Gatot selama ini, memang belum pernah ada tantangan signifikan di lingkup internal TNI yang mesti dicemaskan. Sebab, sikap netral harus dilaksanakan oleh seluruh prajurit TNI.