KPK telah menahan mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Tanjungpinang, Den Yealta, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai di kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan wilayah Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Kasus itu merugikan keuangan negara hampir Rp 300 miliar.
“Akibat perbuatan tersangka diduga mengakibatkan kerugian negara sejumlah Rp 296,2 miliar,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (11/8/2023).
Kasus ini berawal evaluasi dari Ditjen Bea Cukai terkait penetapan barang kena cukai ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas soal jumlah kuota rokok di BP Bintan pada tahun 2015. Saat itu ada selisih antara besaran kuota rokok dengan besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar Rp 693%.
“Jumlah kuota rokok yang diterbitkan BP Bintan termasuk BP Tanjungpinang di tahun 2015 melebihi dari yang seharusnya di mana sesuai ketentuan besaran kuota rokok hanya sebesar 51,9 juta batang sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan 359,4 juta batang dengan kalkulasi selisih sebesar 693%,” jelas Asep.
Den Yealta diduga telah memberikan keuntungan ke berbagai perusahaan rokok dan distributor rokok selama menjabat sebagai Kepala BP Tanjungpinang. KPK menyebut Den Yealta menggunakan data fiktif dalam pemenuhan kuota rokok di wilayah Tanjungpinang.
“Secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi di antaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang,” tutur Asep.
Hasil penyidikan KPK juga mengungkap adanya aliran uang yang diterima Den Yealta dari sejumlah pengusaha rokok.
“DY menerima uang dari beberapa perusahaan rokok dengan besaran sejumlah sekitar Rp 4,4 miliar dan tim penyidik masih akan terus mendalami penerimaan uang-uang lainnya,” jelas Asep.
Den Yealta kini telah ditahan di Rutan KPK. Dia dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001.