Waket DPRD Surabaya Tinjau Pabrik Paving Hasil Program Padat Karya Pemkot

Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya AH Thony meninjau langsung pabrik paving yang baru saja di bentuk di RW 06, Kecamatan Siwalankerto. Ia mengunjungi dan melihat langsung proses padat karya yang melibatkan keluarga miskin.

Pabrik paving tersebut merupakan salah satu program padat karya yang diprakarsai oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk menurunkan angka kemiskinan di Kota Surabaya. Meski baru saja dibentuk, AH Thony mengapresiasi semangat warga yang bekerja di situ sangat optimistis dengan hasil yang akan dicapai nanti.

“Saya melihat spirit mereka yang akan merasakan dari sisi prestasi dan penghasilan tiap bulan. Sehingga perlu didorong lagi agar lebih cepat menghasilkan, “kata AH Thony dalam keterangannya, Rabu (9/8/2023).

Bahkan, kata AH Thony, animo warga yang ingin bekerja di pabrik paving RW 06 sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan permintaan warga kepada Ketua RW untuk bisa dipekerjakan.

Menurut AH Thony, permintaan warga untuk bisa dipekerjakan harus direspons. Sebab, ke depan akan banyak bonus demografi yang lebih produktif. Ia menambahkan, dengan terfasilitasinya bonus demografi, masyarakat yang mempunyai keahlian dan produktivitas bisa mengangkat derajat mereka.

“Kalau tidak difasilitasi, maka akan sia-sia. Dan akan berdampak pada kemajuan kota apabila bisa tersalurkan dan terfasilitasi. Dengan begitu target pembangunan kota bisa diselesaikan,” ujarnya.

Pabrik paving yang masih seumur jagung itu memang perlu pendampingan, pengelolaan manajemen dan inovasi yang perlu dikembangkan. AH Thony melihat masih banyak ruang yang perlu disentuh untuk mengembangkan inovasi padat karya di kawasan itu. Masyarakat juga bisa menangkap gagasan baru untuk kemajuan inovasi padat karya.

“Mestinya sudah tampak sentuhan perkembangan inovasi. Saya berharap alih kelola manajemen pemkot kepada masyarakat mulai dipikirkan termasuk inovasi lingkungan. Ketika nantinya muncul gagasan baru. Pemkot juga harus mengkomunikasi dengan masyarakat,” ungkapnya.

Dengan begitu, keterlibatan masyarakat dalam memanfaatkan padat karya, baik secara kuantitas maupun kualitas terlihat nyata dengan adanya peningkatan pendapatan gamis. Tak hanya itu, disparitas juga bisa teratasi dan indeks rasio dini makin sempit.

Sejak dicetuskan Juli 2022, usaha padat karya paving di bawah kendali Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopdag) Surabaya. Namun ke depan, AH Thony berharap agar badan usaha milik kelurahan bisa lebih berdaya dan mandiri. Kemunculan badan usaha milik kelurahan juga diharapkan mampu tumbuh di setiap wilayah.

“Dengan munculnya badan usaha milik kelurahan menjadi lingkungan kampung bisa mandiri dalam menghasilkan pendapatan. Sehingga beban kota menjadi ringan dan bisa berpikir pada persoalan lain dalam menghadapi tantangan zaman ke depan,” jelas AH Thony.

Menurut AH Thony, minimnya lapangan pekerjaan saat ini bukanlah satu-satunya faktor banyaknya pengangguran. Ia menegaskan bahwa etos kerja yang rendah juga menjadi penyebab tingginya angka pengangguran.

“Mereka banyak pilih-pilih tidak mau kerja berat. Kerja yang mudah dapat gaji yang besar. Namun sekarang berlaku asas keadilan. Maka implikasinya akan menentukan,” tegas AH Thony.

Sementara itu Ketua RW 06 Siwalankerto Mohammad Aly menjelaskan saat ini ada 10 orang yang bekerja di usaha padat karya paving. Mereka tergabung di dalam dua kelompok, tiap kelompok terdapat lima orang.

“Rata-rata sehari mereka bisa memproduksi paving 12-13 meter untuk satu mesin cetak paving. Di sini ada dua mesin,” jelas Aly.

Meski produksi belum dijual, namun Aly mengaku Pemkot Surabaya berjanji untuk membeli produk paving. Oleh karena itu, ia mewanti-wanti kepada warganya yang bekerja agar tidak mengurangi kualitas atau komposisi.

Selama masa produksi bahan baku pembuatan paving seperti pasir dan semen disuplai oleh Dinkopdag. Selain itu, Aly juga berharap pengelolaan manajemen ke depan Ketua RW bisa dimasukan.

“Agar ada pengawasan dan tidak timbul kecurangan dalam pendampingan pekerjaan. Termasuk mengurangi kualitas bahan,” ujar Aly.

Aly juga mengaku sempat kesulitan mencari warga untuk dipekerjakan dalam program padat karya. Sebab, warga yang masuk ke dalam kategori keluarga miskin didominasi oleh usia lanjut (lansia) dan ibu-ibu.

Ia hanya menemukan 5 orang yang usia produktif atau muda. Sedangkan sisanya berasal dari warga Jemursari, setelah mendapatkan solusi dari camat. Aly optimis warga gamis di lingkungannya bisa mendapatkan penghasilan yang layak dan keluar dari zona kemiskinan.

“Bahkan ada banyak warga non gamis yang ingin bekerja di pabrik paving. Namun tidak bisa karena terbentur aturan. Nah, apakah syarat pekerja bisa dirubah?. Sehingga tenaga bisa terpenuhi,” pungkas Aly.

Sebagai informasi, program padat karya tersebar hampir di setiap wilayah Kota Surabaya ini melibatkan keluarga miskin (gamis). Jenis pekerjaan dalam program ini juga cukup beragam. Selain pembuatan paving, ada juga rumah jahit dan cuci kendaraan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) hingga potong rambut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *