Popularitas olahraga lari membuat orang-orang “berlomba” untuk mengikuti ajang lari. Padahal persiapannya tidak main-main sekalipun cuma jarak pendek.
Lari dan bersepeda jadi olahraga yang naik daun semasa Pandemi Covid-19. Ada banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat mulai mencoba-coba dan bahkan menggelutinya dengan serius, layaknya atlet.
Wajar jika banyak event lari yang bermunculan dalam beberapa tahun terakhir di berbagai daerah. Bahkan ada banyak orang yang rela menempuh jarak yang jauh dan memakan biaya besar untuk ikut lomba lari.
Orang-orang juga menjadikan ajang lari sebagai ajang pamer eksistensi di media sosial agar tidak tertinggal tren. Hal itu dianggap berisiko karena lari bukanlah olahraga sembarangan yang bisa dilakoni begitu saja.
Sebab, untuk mengikuti ajang lari sungguhan, setiap orang butuh persiapan sesuai nomor yang diikuti. Semakin jauh jarak, tentu persiapan akan semakin lama.
“Jangan buru-buru daftar event lari tanpa latihan dulu. Berlatih itu penting banget mau itu cuma event lari 3 kilometer, 6 kilometer, atau mau ikut lomba dan berkompetisi sekali pun. Mempersiapkan diri melatih dari jauh-jauh hari itu penting untuk pemula,” ujar salah satu pelatih bersertifikasi di Indonesia, Andriyanto, di Asics House, Bandung.
Lalu, bagaimana jika seseorang tetap nekat ikut lomba lari tanpa adanya persiapan matang? Tentu saja risiko cedera akan lebih besar terjadi, yang bisa membahayakan si pelari.
Sebab, ajang lari punya tujuan utama untuk menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh, bukan malah mendatangkan bahaya, seperti keseleo, cedera kaki, otot sobek, hingga yang fatal seperti kematian.
Maka dari itu dibutuhkan persiapan panjang seperti latihan membangun daya tahan tubuh agar terhindar dari cedera. Bahkan intensitas latihan akan lebih berat untuk mereka yang baru memulai.
“Bahkan untuk event lari yang sifatnya kompetisi, membutuhkan waktu minimal 2-3 bulan,” papar pria yang melatih Asics Running Club tersebut.
Bentuk latihannya disesuaikan setiap individu dan harus dilakukan selang-seling. Sehari lari, besok istirahat, lusa lari lagi. Dibangun dulu kebiasaannya.””
“Dengan satu catatan, latihannya bisa dimulai dengan tidak memaksakan kondisi tubuh ya dan dilakukan secara bertahap.”
Oleh karenanya, Andriyanto mengimbau kepada para pelari khususnya level pemula agar tidak memaksakan diri dan tahu seberapa jauh kemampuan tubuhnya.
“Kejadian fatal (sampai meninggal dunia) ada beberapa yang saya tahu di Indonesia itu biasanya mereka over the limit,” paparnya.
“Saya mengimbau agar pelari-pelari baru jangan memaksakan diri. Cobalah untuk bisa membedakan mana lari hobi atau ada tujuan tertentu. Karena kalau cuma sekadar hobi (lari) kan itu tidak ada yang dikejar. Kalau pun sifatnya event lari berkompetisi seperti 5K, 10K sampai marathon itu butuh persiapan matang,” demikian dia.