Rencana kedatangan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Afrika Selatan (Afsel) menuai kontroversi di negara tersebut. Partai oposisi terkemuka Afsel mendesak pemerintah untuk menangkap Putin berdasarkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Namun, Presiden Afsel Cyril Ramaphosa bersikeras bahwa penangkapan Putin sama dengan deklarasi perang terhadap Rusia.
Dilansir kantor berita AFPRabu (19/7/2023), hal itu dituliskan oleh pemimpin Afsel itu dalam berkas pengadilan yang dirilis pada hari Selasa (18/7) waktu setempat, ketika negara itu terbelah soal menjadi tuan rumah bagi Putin.
Diketahui bahwa Putin telah diundang ke KTT BRICS di Johannesburg, Afsel bulan depan. Namun, Putin menjadi target surat perintah penangkapan ICC –sebuah ketentuan yang diharapkan akan diterapkan Afsel sebagai anggota ICC jika dia hadir.
Dilema diplomatik Afrika Selatan terjadi di pengadilan, di mana partai oposisi terkemuka, Aliansi Demokratik (DA), mencoba untuk memaksa pemerintah dan memastikan Putin ditahan dan diserahkan ke ICC jika dia menginjakkan kaki di negara tersebut.
Namun dalam tanggapannya, Ramaphosa menyebut tuntutan DA sebagai “tidak bertanggung jawab” dan mengatakan keamanan nasional dipertaruhkan.
“Rusia telah memperjelas bahwa menangkap presidennya yang sedang menjabat akan menjadi deklarasi perang,” katanya.
“Ini tidak sesuai dengan Konstitusi kita untuk mengambil risiko terlibat dalam perang dengan Rusia,” ujar Ramaphosa, seraya menambahkan bahwa ini bertentangan dengan tugasnya untuk melindungi negara.
Penangkapan itu juga akan merusak misi yang dipimpin Afrika Selatan untuk mengakhiri perang di Ukraina dan “menyita solusi damai”, tulis Ramaphosa.