Kasus dugaan pemerkosaan pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) masih bergulir. Menkop UKM Teten Masduki mengaku digugat ke pengadilan usai memecat terduga pelaku pemerkosaan.
“Yang dilakukan Kementerian Koperasi ada rekomendasi sanksi kepada para pelakunya. Jadi sudah dipecat. Malah saya yang digugat di pengadilan karena memberhentikan pelaku,” kata Teten di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023).
Penyidikan kasus pemerkosaan di Kemenkop UKM sempat jalan di tempat di Polresta Bogor usai terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Kasus itu lalu dibuka lagi usai adanya gelar perkara khusus yang dipimpin oleh Menko Polhukam Mahfud Md pada November 2022.
Namun, kasus itu kembali mandek usai Pengadilan Negeri Bogor menghidupkan kembali SP3 kasus itu lewat putusan gugatan praperadilan pada Januari 2023. Teten mengaku pihaknya telah berkoordinasi dengan penegak hukum untuk merespons putusan hakim tersebut.
“Jadi satu proses hukum dibuka kembali, itu proses karena SP3 pelakunya di Polrres Bogor udah dibuka kembali. Tapi kemudian kalah di praperadilan. Ini kan kita sudah koordinasikan dengan pihak kepolisian dan Kementerian PPA dan Perempuan untuk ditinjau kembali karena ada kejanggalan,” katanya.
Teten mengaku pihaknya berkomitmen untuk menjerat para pelaku yang terlibat kasus pemerkosaan di Kemenkop. Dia mengatakan kementeriannya pun telah menjadi pilot project dalam penanganan kasus kekerasan seksual di lembaga pemerintahan.
“Saya ngalamin betul saat tangani ini karena pelaku dan korbannya melibatkan kerabat di dalam kementerian jadi agak sulit. Sehingga hal-hal seperti kekerasan seksual, pemerkosaan dianggap hal biasa yang bisa diselesaikan kekeluargaan,” katanya.
“Hal-hal seperti ini yang SOP kita buat. Jadi kita buat SOP dan Kementerian Koperasi menjadi kementerian pertama yang jadi role model ini,” tambahnya.
Peristiwa pemerkosaan terhadap pegawai Kemenkop UKM diduga terjadi pada 6 Desember 2019. Empat pegawai Kemenkop diduga terlibat tindakan kekerasan seksual terhadap pegawai honorer. Korban melaporkan peristiwa tersebut ke Polresta Bogor.
Singkat cerita, mediasi terjadi dan justru, pada 13 Maret 2020, korban dan pelaku inisial ZP malah dinikahkan (suami menggugat cerai di kemudian hari).
Polisi menyetop kasus itu lewat penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor S.PPP/813.b/III/RES.1.24/2020 tertanggal 18 Maret 2020.
Pemerintah lewat Menko Polhukam Mahfud Md lalu mengoreksi surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang diterbitkan oleh Polresta Bogor pada 18 Maret 2020. Mahfud saat itu meminta pembatalan SP3 kasus tersebut. Selanjutnya, untuk membatalkan SP3 itu, aparat kepolisian di Jawa Barat-Bogor melakukan gelar perkara khusus.
SP3 itu ‘dihidupkan kembali’ melalui putusan gugatan praperadilan yang dikabulkan hakim di PN Bogor. Dengan dikabulkannya gugatan praperadilan itu, status tersangka tiga pelaku tersebut gugur.
Putusan terhadap perkara bernomor 5/Pid.Pra.2022/PN Bgr itu diketok oleh hakim tunggal di PN Bogor pada Kamis 12 Januari 2023. Para pemohon adalah Zaka Pringga Arbi, Wahid Hasyim, dan Muhammad Fiqar. Para pemohon menggugat Kapolres Bogor Kota.
Hakim menyatakan SP3 pada Maret 2020 dinyatakan sah, sementara surat penyidikan pada 1 Januari 2020 dinyatakan tidak sah.