Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88 AT) Polri ternyata memiliki alat deteksi dini radikalisme. Alat itu kini digunakan Staf Sumber Daya Manusia (SSDM) Polri) untuk mendeteksi dini radikalisme di diri calon taruna dan taruni (catar) Akpol.
“Ini yang pertama kali (pelibatan Densus 88 dalam rekrutmen Akpol-red),” kata Direktur Pencegahan Densus 88 Antiteror Polri, Tubagus Ami Prindani, di Gedung Serbaguna Akpol, Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Senin (10/7/2023).
Ami menerangkan kini terorisme dan radikalisme telah menyusup ke aparatur negara seperti pegawai negeri sipil (PNS) hingga aparat penegak hukum. Oleh sebab itu lembaga pemerintahan, menurut Ami, harus lebih berhati-hati.
“Seperti yang kita tahu ya, bahwa radikalisme dan terorisme itu sudah mengenai semua aspek masyarakat termasuk PNS, ASN, Polri dan penegak hukum lainnya pun ada,” ucap Ami.
“Dari situ kan kita harus hati-hati, tidak boleh aparatur negara justru terkena radikalisme apalagi terorisme. Tentunya pencegahan harus dimulai dari proses rekrutmen awal,” imbuh Ami.
Ami menuturkan calon aparatur negara harus bersih dari paparan paham radikal dan terorisme. Oleh sebab itu perlu melihat lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan pergaulannya.
“Dia harus bersih baik dari keluarganya, lingkungannya, pergaulannya harus bersih (dari radikalisme dan terorisme-red). Kalau dia sudah terkena dari awal kemudian masuk, tentu dia akan lebih mudah lagi untuk mengembangkan di dalam dan lebih memaparkan yang lainnya,” jelas Ami.
Ami mengatakan saat ini ditemukan sejumlah aparatur negara yang terpapar radikalisme saat berdinas. Untuk itu Ami menegaskan akan lebih bagus jika paham berbahaya tersebut dicegah sedari hulu.
“Memang banyak yang terkena (radikalisme dan intoleran-red) dari saat dinas, tapi kan akan lebih bagus kalau dari awalnya itu bersih, tidak terkena paham-paham yang radikal,” ucap Ami.