Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dkk didakwa korupsi proyek pembangunan base transceiver station (BTS) 4G. Perbuatan para terdakwa membuat negara rugi Rp 8 triliun.
Johnny G Plate diadili bersama mantan Dirut Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023).
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut kasus ini berawal pada 2020. Saat itu, Plate bertemu dengan Anang dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak di salah satu hotel dan lapangan golf untuk membahas proyek BTS 4G. Jaksa mengatakan Plate saat itu setuju mengubah jumlah site BTS yang akan dibangun.
“Terdakwa Johnny Gerard Plate dalam menyetujui perubahan dari 5.052 site desa untuk program BTS 4G Tahun 2020-2024 menjadi 7.904 site desa untuk Tahun 2021-2022 tanpa melalui studi kelayakan kebutuhan penyediaan infrastruktur BTS 4G dan tanpa ada kajiannya pada dokumen Rencana Bisnis Strategis (RBS) Kemkominfo maupun Bakti serta Rencana Bisnis Anggaran (RBA) yang merupakan bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) Kemkominfo,” ujar jaksa.
Jaksa menyebut Plate juga menyetujui penggunaan kontrak payung pada proyek BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 yang ditujukan untuk menggabungkan pekerjaan pembangunan dan pekerjaan operasional. Jaksa juga menyebut Plate memerintahkan Anang agar memberikan proyek power system meliputi battery dan solar panel dalam penyediaan Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 kepada Direktur PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan.
Plate telah mendapat laporan bahwa proyek belum selesai pada 2021 dan Maret 2022. Namun, Plate meminta Anang selaku kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen untuk tidak memutuskan kontrak.
“Tetapi justru meminta perusahaan konsorsium untuk melanjutkan pekerjaan, padahal waktu pemberian kesempatan berakhir tanggal 31 Maret 2022,” ucap jaksa.
Perbuatan Plate itu dinilai melanggar sejumlah peraturan serta memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Total kerugian negara mencapai Rp 8 triliun.
“Bahwa perbuatan Terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, sebesar Rp 8.032.084.133.795,51 (Rp 8 triliun),” ucap jaksa.
Akal-akalan Proyek BTS Kominfo
Jaksa juga mengungkap akal-akalan Plate dkk dalam proyek pembangunan BTS itu. Jaksa awalnya mengatakan Kominfo mendapat surat dari Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud, isinya meminta dukungan terkait pembelajaran online saat masa pandemi COVID-19.
Surat permintaan itu kemudian dijadikan Plate sebagai dasar untuk mempercepat pembangunan BTS 4G yang sudah dibicarakannya sejak awal tahun 2020, walaupun dalam RPJMN tidak diakomodir. Permintaan itu membuat Johnny memerintahkan jajarannya di Kominfo menindaklanjuti permintaan Kemdikbud, yakni melakukan percepatan transformasi digital.
Plate pun mengadakan rapat yang dihadiri oleh Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Dikti, Dirjen PPI Kominfo, dan juga perwakilan seluler, hingga sejumlah perusahaan lain, dan juga Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia. Dalam rapat itu, Johnny meminta Dirjen PPI Kominfo menyampaikan cakupan sinyal 4G di seluruh Indonesia.
“Terdakwa Johnny Gerard Plate meminta kepada Dirjen PPI dalam waktu 2 hari ke depan sudah harus ada data jumlah BTS yang akan dibangun, berupa berapa panjang fiber optic (salah satu teknologi transmisi) yang akan digunakan, jika teknologi transmisi fiber optic tidak dimungkinkan maka Terdakwa Johnny meminta alternatif teknologi transmisi lain yang akan digunakan, padahal belum ada kajian teknis terhadap jumlah desa yang belum terlayani cakupan sinyal layanan 4G di wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T),” kata jaksa dalam dakwaannya.
“Atas permintaan Terdakwa Johnny, maka Ahmad M Ramli selaku Dirjen PPI memberikan data yang hanya bersumber dari Internet yang tidak melalui sebuah kajian keahlian yang valid,” imbuh jaksa.
Singkat cerita, data yang didapat dari internet itu diserahkan dalam rapat di Kominfo. Data tanpa kajian itu lah yang kemudian dijadikan dasar dalam pengusulan anggaran. Dalam data itu, disebutkan ada 7.904 desa yang membutuhkan BTS.
Jaksa mengatakan data itu tidak valid. Sebab, data itu hanya didapat dari internet dan tidak dikroscek dengan survei ke lokasi.
“Dalam rapat tersebut dibahas data desa yang sama sekali tidak ada layanan telekomunikasi 4G maupun site/BTS sebanyak 7.904 desa tanpa melalui studi kelayakan kebutuhan penyediaan infrastruktur BTS dan tanpa ada dokumen Renstra, RSB, dan RBA, namun jumlah 7.904 tersebut justru dijadikan dasar dalam pengusulan anggaran, padahal data tersebut seharusnya dianalisa kembali dengan melakukan survei ke lapangan agar diperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan dan disusun secara keahlian,” ucap jaksa.
Plate Setuju Pembayaran 100% Padahal Proyek BTS Kritis
Jaksa menyebut Johnny Plate menyetujui pembayaran 100 persen proyek BTS. Padahal, Plate disebut tahu proyek BTS itu selesai kapan.
Jaksa mengatakan Johnny Plate telah mendapat laporan progres pekerjaan penyediaan infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 melalui rapat-rapat yang diikutinya sejak bulan Maret 2021, Oktober 2021, November 2021 dan bulan Desember 2021. Dalam setiap rapat tersebut Johnny menerima laporan kemajuan pekerjaan baik dari Project Management Office (PMO) maupun dari Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif.
“Isinya melaporkan bahwa pekerjaan Penyediaan Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 mengalami keterlambatan/Deviasi Minus rata-rata (-40%) dan dikategorikan sebagai kontrak kritis,” ujar jaksa.