JEJAK PENINGGALAN KERAJAN ADONARA DAN DANAU KOTA KAYA

Adonara

Kerajaan Adonara merupakan satu dari dua kerajaan besar di wilayah timur pulau Flores, Adonara, Solor, Lembata hingga Alor selain kerajaan Larantuka. Kerajaan ini diperkirakan berdiri tahun 1600.Bekas peninggalan kerajaan Adonara terdapat di desa Adonara dan Sagu yang merupakan ibukota kekuasaan. Benteng, meriam kuno serta puing bangunan masih bisa dijumpai.Di Desa Adonara juga terkenal akan danau air tawar yang merupakan satu-satunya danau di pulau penuh kelapa ini berhutan mangrove yang diapit perbukitan dan pantai.Ikan bandeng di danau ini melimpah dan hanya dipanen setahun sekali saat pembukaan bulan puasa umat Islam. Kemarau yang berkepanjangan membuat air danau tampak mengering.

pulau Adonara dan Solor merupakan dua buah pulau yang masuk wilayah kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau Adonara awalnya terdiri atas 2 kecamatan yakni Adonara Barat dan Adonara Timur.

Berdasar Perda Kabupaten Flores Timur No.2/2006 tentang Pembentukan Kecamatan Baru, maka kecamatan Adonara resmi berdiri dengan ibukota Sagu.

Kecamatan ini merupakan wilayah bersejarah sebab selain sebagai pusat kerajaan Adonara, di daerah ini pun terdapat satu-satunya danau di pulau Adonara, yaitu danau Kota Kaya

BEKAS ISTANA RAJA ADONARA

BENTENG SAGU

Pagar dari batu mengelilingi istana Raja ADONARA di desa Sagu dan didalamnya terdapat sebuah sumur tua serta puing kolam pemandian raja.

Bekas kerajaan Adonara yang berdiri sekitar 1600 ini berada di pesisir utara desa Sagu. Masih tersisa susunan batu-batu ceper setinggi satu meter. Susunan bebatuan yang difungsikan sebagai pagar ini mengelilingi areal seluas satu hektar.

Hanya tersisa dua buah bangunan rumah sederhana beratap seng yang mulai berkarat dan berdinding papan. Persis di sampingnya terdapat sebuah sumur tua yang masih digunakan.

“Dulunya sumur ini merupakan tempat permandian raja yang disampingnya dilengkapi dengan kolam. Namun kolam tersebut hanya tersisa puing-puing saja,

Selain bekas puing bangunan, terdapat sebuah masjid yang dibangun raja Arakian Kamba berdampingan dengan istana raja. Disini juga terdapat kuburannya.

Sisa bangunan bekas kerajaan mengalami kehancuran ketika gempa dahsyat disertai tsunami menguncang pulau Flores 12 Desember 1992.

Di bekas rumah raja, kata Arifin Nueng Ape (63) keturunan raja Adonara, masih tersimpan dua buah keris dan 5 buah peci kuno. Ruang tamu rumah sederhana ini juga dihiasi dua meja bundar dari marmer dengan penyangga kayu jati berukir.

“Meja ini dipesan raja dari Jepara saat beliau menjabat dan memindahkan ibukota kerajaan ke Sagu sekitar tahun 1783. Ini merupakan salah satu peninggalan yang masih tersisa.

BENTENG ADONARA

Benteng Portugis di pintu masuk pusat kerajaan Adonara yang juga terdapat meriam di dalamnya dan benteng ini pun dibangun mengelilingi perkampungan Adonara.

DI desa Adonara, awal pusat kerajaan Adonara kurun 1600-1780. Wilayah ini berada di atas bukit karang, berhadapan dengan laut utara. Dari ketinggian kampung Adonara, pulau Flores terlihat di pelupuk mata.

Ujung jalan masuk, tak jauh dari kantor desa Adonara di bagian barat jalan terdapat sebuah bangunan tua dari bebatuan. Bangunan ini biasa dinamakan benteng Portugis.

“Bangunan ini memang disebut benteng Portugis dan sepertinya dibangun oleh orang Portugis. Dulunya benteng dibangun keliling kampung mengitari tebing yang berhadapan dengan laut,” kata Abdul Wahid, keturunan Raja Adonara, Ana Kotah.

Di ujung utara tebing tersebut terdapat gua yang dulunya dipakai sebagai tempat bersembunyi saat berperang menghadapi musuh. Di sekeliling kampung juga ditanami pohon Kaktus sebagai pagar dan melindungi kampung.

Di dalam benteng setinggi lima meter itu terdapat sebuah lubang. Di ujung lubang ditaruh dua buah meriam yang moncongnya menghadap ke arah luar kampung.

Meriam tua berdiameter pangkal 30 cm banyak bertebaran di perkampungan Adonara ini. Meriam berbahan besi bertuliskan bahasa Portugis, sedangkan meriam berbahan kuningan bertuliskan huruf Arab.

Sayangnya, meriam-meriam tua banyak yang tidak terawat dan dibiarkan bertebaran dimana-mana. Bahkan benteng pun dibongkar masyarakat agar ada jalan keluar dari kampung tersebut.

“Kampung Adonara ini dulu nama sebenarnya Don Nara (Don artinya orang besar Nara artinya sekutu), kampungnya orang-orang besar yang bersekutu. Dulu di sekeliling bukit merupakan perkampungan,” terangnya.

DANAU KOTA KAYA

Pemandangan perkampungan dusun 4 desa Adonara yang berada di dalam teluk dan diapit perbukitan dengan danau Kota Kaya di sebelah selatan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Di Desa terdapat sebuah danau. Menurut Abdul Wahid, danau tua itu masuk wilayah kekuasaan Demon. Tahun 1926 residen Timor datang sehingga terjadi pergeseran batas kekuasaan dan masuk wilayah kekuasaan Paji.

Dahulunya danau ini tidak bernama. Sekitar tahun 1960-an, mantan kepala desa Adonara, Almarhum Ahmad Bapala dan Nuen Ape, ayah Abdul Wahid memberikan nama danau itu Kota Kaya.

Danau Kota Kaya merupakan danau air tawar meskipun berada persis di dekat bibir pantai. Dahulu, kedalamannya 5 meter tapi karena sedimen maka mulai berkurang menjadi hanya sekitar dua meter.

Pepohonan bakau terlihat tumbuh subur mengelilingi danau dan pesisir pantai. Sekitar tahun 1989 perusahaan ikan PT. Bali Raya ingin menjadikan danau ini sebagai pengembangbiakan ikan untuk umpan memancing kapal Huhate miliknya.

Bakau ditebang secara besar-besaran untuk budidaya bandeng. Perbukitan di selatan seakan memagari danau. Namun saat hujan, air dan lumpur mengalir dari lerengnya memenuhi danau.

“Perlu dilakukan pengerukan dasar danau yang dipenuhi lumpur. Pemukiman di dekatnya juga membuat luas danau berkurang akibat pembangunan rumah. Perlu ada aturan desa yang mengaturnya,” harap Abdul.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *