Sejarah Prosesi Semana Santa | Perayaan Paskah Di Larantuka NTT

Sejarah Prosesi Semana Santa

Hingga saat ini penyelenggaraan tradisi ini pun menjadi salah satu daya tarik wisata rohani di kawasan Indonesia bagian timur – Flores Nusa tenggara timur.

Apa saja rangkaian prosesi ini? Berikut ulasan kupas tuntas sejarah prosesi Semana Santa di nusa tenggara timur.

Wisatawan Beberapa Tahun Terakhir

Peziarah yang membludak di perayaan Semana Santa sudah menjadi pemandangan umum beberapa tahun terakhir. Peziarah dari masyarakat lokal hingga wisatawan luar daerah bisa mencapai ribuan orang.

Hal ini tak lepas dari gencarnya promosi dan banyaknya perusahaan jasa travel dan tour yang menawarkan aneka paket wisata ke Larantuka ketika Pekan Suci berlangsung setiap tahunnya.

Tak sedikit wisatawan yang melakukan booking hotel dan wisma jauh-jauh hari sebelumnya agar bisa mengikuti dan menyaksikan prosesi Semana Santa secara langsung.

Bukan hanya hotel dan wisma, biara dan rumah-rumah penduduk lokal pun sering menjadi alternatif tempat menginap para wisatawan pejiarah ini. Maklum proses Semana Santa merupakan perayaan spesial yang tak terpisahkan dari sejarah Larantuka itu sendiri. Hingga saat ini, tradisi Semana Santa yang telah berlangsung selama 5 abad turut menjadi penggerak perekonomian Larantuka dan menjadi magnet bagi umat Katolik dari seluruh dunia untuk datang ke Larantuka saat pekan suci paskah.

Sejarah Semana Santa

Proses Semana Santa dilangsungkan di ujung timur Pulau Flores, tepatnya di sebuah kota kecil di bawah kaki Gunung Ile Mandiri, Reinha Rosari Larantuka.

Ada beberapa versi cerita awal mulanya prosesi ini dilangsungkan. Namun, dari semua cerita yang beredar bisa dipastikan bahwa tradisi Semana Santa dimulai sejak penemuan Patung Tuan Ma di Pantai Larantuka pada tahun 1510.

Patung tersebut diperkirakan terdampar di pantai akibat karamnya kapal Portugis di perairan Larantuka.

Atas perintah Kepala Kampung Lewonama, patung Tuan Ma tersebut kemudian disimpan di rumah pemujaan (korke). Warga setempat yang kala itu belum mengenal sosok patung tersebut, kemudian menghormatinya sebagai benda sakral.

Masyarakat pun kerap memberikan sesaji ketika merayakan peristiwa tertentu seperti perayaan panen dan lainnya. 

Penemuan Patung Tuan Ma

Ketika misionaris Dominikan datang ke Flores beberapa waktu kemudian, seorang imam ordo yang tak diketahui namanya melihat patung tersebut. Imam tersebut kemudian memperkenalkan Patung Bunda Maria kepada masyarakat.

Raja Larantuka kala itu, Ola Adobala kemudian dibaptis dengan gelar Don Fransisko Ola Adobala DVG (Dias Viera de Godinho). Demikian pula dengan masyarakat Larantuka yang mulai mengenal iman Katolik. 

Baca juga : Sejarah Larantuka

Kisah ini diturunkan hingga ke- keturunan sembilan dari penemu pertama patung tersebu

Setelah Patung Tuan Ma ditahtakan di korke, masyarakat melihatnya sebagai benda halus yang dihormati sebagai benda keramat.

Seiring dengan bertambahnya penganut Katolik di kawasan tersebut, Patung Tuan Ma yang diakui dan dihormati sebagai Bunda Maria mendorong masyarakat untuk mengadakan devosi (penyerahan seluruh pribadi kepada Allah dan kehendak-Nya sebagai perwujudan cinta kasih).  Hikayat lain dalam prosesi semana santa menyebutkan, penemuan patung Tuan Ma tersebut berawal dari pemuda Resiona yang melihat seorang dewi berjalan di atas air. Pemuda tersebut kemudian takjub akan apa yang dilihatnya dan bertanya kepada sosok perempuan itu.

Tapi, perempuan itu menjawabnya dengan bahasa asing. Kemudian pemuda Resiona itu melaporkan pengalamannya tersebut kepada tetua suku. Ketika dia dan tetua suku kembali mencari sang dewi, ternyata sang dewi telah berubah wujud menjadi patung yang cantik dengan raut wajah syahdu dan menenangkan.

Menariknya, di sekitar patung tersebut muncul simbol-simbol yang tersusun oleh kerang-kerang. Arti dari simbol tersebut baru diketahui setelah misionaris datang dan mengartikan tulisan tersebut yang berbunyi ‘Santa Maria Reinha Rosari’.

Raja Larantuka kemudian menjadikan patung Bunda Maria itu sebagai dewi yang mereka hormati dan disembah.

Patung Bunda Maria tersebut dianggap sebagai pemberian dari sang pencipta dan sebagai tanda bahwa rakyat Larantuka akan selalu ditolong dan dilindungi oleh sang dewi.

Masyarakat Larantuka kemudian menyebut patung tersebut sebagai Tuan Ma yang artinya tuan dan mama. Sedangkan masyarakat Lamaholot menyebut patung tersebut sebagai Dewa Langit dan Dewa Bumi atau Rera Wulan Tanah Ekan.

Orang-orang Lamaholot di pesisir Flores selalu berdoa di depan patung Tuan Ma sebelum membuka lahan untuk bercocok tanam maupun ketika membutuhkan kesembuhan dari sakit.

Ketika pasukan Larantuka hendak berperang, mereka melakukan seremonial adat terlebih dahulu di depan patung Tuan Ma demi keberhasilan mengalahkan musuh. Menariknya, permohonan masyarakat selalu dikabulkan.

Rangkaian Prosesi Semana Santa

Devosi pada Bunda Maria melalui patung Tuan Ma mangkin berkembang berkat peran Konfreria Reinha Rosari Larantuka yang menyebarkan iman Katolik di Larantuka. Tradisi devosi tersebut kemudian dikenal sebagai Semana Santa yang masih dilakukan hingga saat ini.

Kerajaan Larantuka mendapatkan tempat istimewa dalam rangkaian prosesi Semana Santa berkat perannya dalam perjalanan sejarah tradisi Semana Santa.

Dalam praktiknya saat ini, tradisi Semana Santa di Pulau Flores dimulai pada Rabu Trewa atau Rabu Abu dimana digelar doa di Masa Prapaskah.

Pada hari Rabu Trewa ini, umat Katolik setempat berkumpul dan berdoa di kapel demi mengenang kisah pengkhianatan terhadap Yesus yang dilakukan oleh Yudas Iskariot di Taman Getsemani. 

Di malam harinya, ritual bebunyian dilangsungkan sebagai simbol berduka atas penangkapan Yesus yang kemudian diseret mengelilingi Kota Nazareth. Hampir semua alat dipukul sehingga menghasilkan bebunyian mengingat keesokan harinya merupakan hari Kamis Putih.

Di hari Kamis Putih suasana kota akan sunyi dan sepi sedangkan pihak gereja melangsungkan upacara Tikam Turo. Upacara Tikam Turo merupakan pemasangan lilin di sepanjang jalan yang nantinya dilewati oleh prosesi Jumat Agung. 

Petugas Conferia

Sementara itu, patung Bunda Maria dan patung Yesus di Kapel Tuan Ma (Bunda Maria) dan Kapel Tuan Ana (Yesus) yang dimateraikan dalam peti mati selama setahun dibuka oleh petugas conferia.

Petugas conferia yang telah diangkat melalui sumpah harus membuka peti mati dengan penuh kehati-hatian. Kemudian, patung berusia ratusan tahun tersebut dimandikan dan dikenakan pakaian berkabung oleh petugas yang sudah ditunjuk. 

Malam harinya merupakan waktu untuk mengenang perjamuan malam terakhir Yesus dan 12 orang muridnya sebelum pengkhianatan Yudas Iskariot. Perjamuan malam terakhir dikenang oleh umat Katolik dengan merayakan misa di Katedral Reinha Rosari Larantuka.

Pintu Kapel Tuan Ma dan Kapel Tuan Ana akan dibuka untuk umum pada puncak perayaan Sesta Vera atau Jumat Agung. Mulai pukul 10 pagi, umat biasanya sudah mulai berdatangan untuk berdoa. 

Perarakan patung tuan ma dan tuan ana

Patung Bunda Maria di Kapel Tuan Ma akan diarak menuju ke Kapel Tuan ana untuk dipertemukan dengan patung Yesus.

Rute perjalaan arak-arakan patung Bunda Maria ini sesuai dengan rute Tikam Turo. Kemudian kedua patung tersebut akan diarak menuju ke Katedral Renha Rosari Larantuka. Umat Katolik diperkenankan berdoa di hadapan patung selama patung berada di katedral. 

Prosesi 500 Tahun Semana Santa

Prosesi Semana Santa belum selesai karena kedua patung masih harus diangkut menuju Kapela Pohon Sirih di Pante Kuce dengan menggunakan kapal motor.

Umat Katolik biasanya turut mengantar perjalanan kedua patung dengan menaiki kapal motor yang sudah disediakan.

Rangkaian prosesi Semana Santa pada saat Paskah di Larantuka ini sudah berlangsung selama lebih dari 500 tahun.

Tradisi ini kian menarik perhatian wisatawan karena sudah ditetapkan sebagai wisata religi oleh Kementerian Pariwisata.

Bagi Gereja Katolik Larantuka, perayaan Paskah Semana Santa ini merupakan perpaduan antara agama dan adat, bukan hanya peringatan Hari Kebangkitan Isa Al Masih saja.

Sesta Vera yang menjadi puncak perayaan Semana Santa juga memperlihatkan perpaduan budaya orang Lamaholot dan Portugis yang erat.

Tradisi ini dilestarikan bersama-sama oleh perkumpulan Laskar Maria (Confreria de Rosari), suku-suku Semana dan keluarga Kerajaan Larantuka. 

Editor: GOLEK WOKA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *